Dari informasi yang berkembang di internet serta mendapatkan info dari para kenalan yang tahu sepak terjang Pak Sumedi, rendahnya dukungan warga terhadap Sumedi ternyata disebabkan karena masyarakat di kampung tersebut lebih memilih amplop serangan fajar yang dilakukan oleh Caleg lain.
Nah, karena kurang bisa memberikan judul yang pas, dan terkesan memojokkan Sumedi, Kumparan digeruduk Netizen. Postingan Kumparan di Twitter dihujani protes dan bahkan diberikan Catatan Komunitas. Fitur Catatan Komunitas merupakan fitur baru di Twitter (X) yang bisa membuat pembaca membantu memberikan perspektif lain terhadap sebuah konteks yang diangkat pengguna Twitter.
Menurut saya, ini merupakan fenomena jurnalistik yang menarik. Dalam memahami sebuah peristiwa, keberpihakan jurnalis tentu sangat mempengaruhi opini yang ingin digiringnya. Jika kasus ini didalami, dan jurnalis Kumparan bisa lebih arif, barangkali dia bisa melihat sisi lain, sehingga mungkin judulnya akan gini: 5 Tahun Nombok, Caleg Malang Ini Diprank Warga.
Malang di sini bukan kota, tapi malang seperti dalam kalimat, aduh malang benar nasibmu. Semacam a poor guy! Gitu lho. Saya nulis begini, soalnya di Twitter banyak yang protes, jadi dia itu Caleg Malang atau Cilegon? Haha.
Fenomena Prank Masyarakat Terhadap Caleg
Selama ini, kita sering berpikir negatif bahkan menertawakan saat mendengar berita Caleg stres dan dirawat di RSJ. Dulu saya juga sering berpikir begitu. Caleg kok gitu, sih. Masak meminta kembali bantuannya. Masak sih, Caleg kecewa karena tidak terpilih. Sekarang, kita mulai memahami (bukan melegitimasi), memang ada sebagian Caleg yang kurang kuat mental, frustasi menghadapi brutalnya Pemilu dan pragmatisnya masyarakat.
Saya berteman dengan banyak politisi dan para Caleg, baik dari partai oranye maupun partai-partai lain. Tetapi, yang paling banyak saya kenal kiprahnya memang Caleg-Caleg dari PKS. Selesai Pemilu, banyak di antara mereka yang geleng-geleng kepala. “Dikasih bantuan selama bertahun-tahun, lenyap karena amplop dan serangan fajar,” begitu rata-rata keluhan mereka.
Bahkan, ada teman di PKS yang mencoba bertanya kepada seorang ibu, “Kenapa nggak milih PKS, kan selama ini bantu-bantu panjenengan.”
Jawaban polosnya bikin geleng-geleng kepala, “Karena kalau nggak milih, PKS tetap akan bantu kami.”