Oleh: Azwar Tahir
Bagi yang rajin mengikuti status Facebook Presiden Partai Keadilan Sejahtera, Almuzzammil Yusuf, pasti akan menemukan kesan kuat tentang pentingnya olahraga. Beliau yang meski sudah berusia di atas 50 tahun tampak piawai menggiring dan men-juggling bola di lapangan mini soccer. Tapi tulisan ini tidak bermaksud membahas sepakbola, hehe. Namun ingin menyorot satu frasa Bahasa Inggris yang belum lama diunggah Pak Presiden PKS yaitu “collective genius” atau kecerdasan kolektif. Kata beliau:
“Lebih dari sekadar agenda rutin, pleno ini adalah bentuk komitmen kita bersama dalam merawat kecerdasan kolektif (collective genius). Di forum ini, setiap peserta pleno memiliki ruang untuk menyampaikan pandangan secara bebas, kritis, dan bertanggung jawab.”
Kalau kita googling frase “collective genius” maka akan ketemu satu nama: Linda A. Hill. Beliau dari Harvard Business School. Salah seorang pengarang buku “Collective Genius, The Art and Practice of Leading Innovation”. Dalam sebuah video wawancara pendek – kalau panjang kan saya repot, hehe – Linda menyampaikan bahwa pada dasarnya setiap orang memiliki sepotong kejeniusan (a slice of genius). Dan menjadi tugas seorang pemimpin untuk membebaskan atau melepaskan (unleash) kejeniusan tersebut. Ia harus mengumpulkan potongan-potongan kejeniusan personilnya untuk digunakan menyelesaikan misi organisasi. Dalam diri tiap individu organisasi terdapat sesuatu yang bermanfaat untuk organisasi. Each of us has something to offer.
Dalam Shirah Nabawiyah ada penggalan monumental kala Salman Al Farisi menyodorkan ide penggalian parit pada Rasulullah Muhammad SAW. Salman yang berasal dari Persia punya pengalaman militer inovatif. Ia mengusulkannya pada Rasulullah. Strategi itu terbukti efektif untuk kepentingan kolektif kaum muslimin kala itu.
Sekarang mari ke merapat ke alinea yang termaktub di buku berjudul “Napak Tilas Pemikiran Dakwah Ust. KH. Hilmi Aminuddin”. Di buku tersebut, di halaman 103-104, ada satu diksi yang berkelindan kuat dengan collective genius. Diksi itu adalah “mudawalah”. Istilah ini muncul dalam pembahasan Subbab “Panduan Teknis Syura”.
Lalu, apa itu mudawalah? Berikut salin-tempelnya;
Dalam syura, terkandung mudawalah, yaitu saling mengisi, saling memberi, saling mendukung, saling membantu guna melahirkan keputusan yang lebih mendekati kebenaran hingga mampu mencapai ridha Allah ta’ala. Istilah lain dari mudawalah adalah “mengunyah-ngunyah” sebuah tema sehingga menjadi lebih renyah.
Jangan karena merasa sungkan dengan pimpinan atau kepada anggota yang lebih senior, seseorang tidak berani berbeda pandangan. Hakikat musyawarah adalah mudawalah. Tanpa mudawalah, tidak bisa disebut sebagai musyawarah.”
Baik dalam collective genius maupun mudawalah, tampak bahwa partisipasi individu penyusun batu bata organisasi memiliki peran vital dalam rangka melahirkan keputusan terbaik yang akan diambil dan dijalani bersama. Rasa sungkan menyampaikan gagasan karena ada personil lain yang lebih senior dipandang kontraprduktif.
Terakhir, tentu ada banyak momen ke depan yang menanti aplikasi collective genius. Ada ragam bahasan yang menunggu penerapan mudawalah. Semoga budaya kecerdasan kolektif terawat dengan baik di PKS.***