Kader PKS harus tampil sebagai entitas yang berdisiplin dengan konstitusi yang sering dirinci sebagai 4 Pilar. Sebagai kader dakwah kita tidak mempermasalahkan Pancasila, karena Pancasila merupakan kontrak politik nasional antar komponen bangsa.
Di masa Orde Baru, umat Islan mempermasalahkan Pancasila karena rezim pada saat itu memaksakan adanya tafsir tunggal yang dirumuskan Oleh BP7 dalam bentuk P4.
Hal tersebut sudah saya jelaskan ke pimpinan TNI bahwa PKS tidak mempermasalahkan ideologi Pancasila sepanjang Pancasila menjadi ideologi yang hidup dan terbuka serta tidak memiliki tafsir tunggal yang dipaksakan kepada segenap komponen bangsa. Sebab ketika ada kelompok, institusi, ataupun negara sekalipun memaksakan tafsir tunggal terhadap ideologi Pancasila, maka pasti akan menimbulkan keresahan dan kericuhan seperti di masa Orde Baru.
Oleh karena itu sebagai partai Islam dan sekaligus partai dakwah kita tidak mempermasalahkan butir-butir Pancasila karena kita memiliki bingkai dan perspektif Islam untuk memahami dan menafsirkannya.
Demikian pula halnya UUD ’45, tidak kita permasalahkan karena merupakan produk tahkim berdasarkan kesepakatan nasional dan bersifat tidak mutlak sehingga bisa direvisi atau diamandemen.
Selanjutnya kita juga tidak mempermasalahkan
Bhinneka Tunggal Ika, karena kitapun menyadari bahwa perbedaan dan keberagaman (tanawwu) adalah bersİfat fitrah. Allah SWT menciptakan keberagaman di muka bumi ini, sehingga kita juga harus mengakui keberagaman bahkan keberagaman agarna.
Sebab walaupun kita tidak mengakui kebenarannya tetap lıarus mengakui keberadaannya dan tidak boleh menzhaliminya, sebagaimana firman Allah dalam surat Al Anam: 108.
“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka yang nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.”
Dalam ayat tersebut kita dilarang mencaci-maki mereka karena agama-agama tersebut walaupun kita tidak akui kebenarannya tetap menjadi sumber kekuatan moral bagi manusia tertentu.
Dalam ayat lainnya yakni surat Al Hajj: 40, dijabarkan oleh Allah SWT tentang sunnatul mudaafa’ah, yang jika tidak ada sunnatul mudaafa’ah, saling mengoreksi dan saling mengingatkan di antara umat manusia maka akan hancurlah rumah-rumah peribadatan yakni sinagog, kelenteng-kelenteng, gereja-gereja dan masjid-masjid. Sebab di tempat-tempat ibadah tersebut mereka sebenarnya menyebut Allah walaupun dengan cara dan sebutan yang salah. Bagaimanapun juga agama tersebut telah menjadi kekuatan kendali moral bagi manusia tersebut.
Sekali Iagi, masalah keberagaman adalah masalah fitrah yang harus diakui dan kita akan binasa jika menabrak fitrah.
Demikian pula akhirnya dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang jelas kita akui karena ini adalah negara kita dan umat Islam adalah mayoritas penduduk negeri ini. Bahkan di masa Soeharto, Jenderal Faisal Tanjung dengan jujur dan berani di masa itu mengatakan bahwa Islam merupakan daya kohesif nasional bangsa Indonesia.
Oleh karena itu kita tidak perlu ragu Iagi untuk berada di koridor konstitusi dan piawai beragumentasi dengannya sehingga kita tidak kena delik yakni dituduh anti Pancasila, anti UUD ’45 atau anti NKRI.
Kutipan taujih KH. Hilmi Aminuddin pada Raker Bidang Kaderisasi DPP PKS; Lembang, 30 Agustus 2014.***