Di dalam tafsir dijelaskan bahwa indikasi tersebut mengacu pada sosok Nabi Musa yang membantu kedua putri Nabi Syu’aib mengambil air untuk minuman ternak mereka. Nabi Musa kuat untuk membuka penutup sumur yang di Timur Tengah biasanya ditutup dengan lempengan baru besar dan untuk membuka atau menutupnya harus digotong oleh empat sampai lima orang. Sesuatu yang sebenarnya mustahil dilakukan oleh kedua putri Nabi Syu’aib sehingga selalu tersisih pada saat ingin memberi minum kambingnya. Orang lain tidak ada yang peduli, sehingga setelah selesai memberi minum kambing atau ternaknya, sumur itu mereka tutup kembali dengan batu besar. Namun Nabi Musa bisa membukanya tanpa bantuan orang lain.
Sedangkan indikasi al-amiin mengacu kepada kekuatan ma’nawiyah, mentalitas dan integritas pribadi Nabi Musa yang bisa dipercaya ketika mengantarkan kedua putri Nabi Syu’aib tersebut pulang sesudah memberi minum kambing. Sifat al-amiin Nabi Musa tersebut terlihat ketika ia berkata: “Silahkan kamu berjalang di belakang dan saya berjalan di depan. Tunjukkan saja kemana arah jalan”. Hal tersebut menunjukkan kekuatan ma’nawiyah dan integritas pribadi Nabi Musa karena kalau kedua puteri Nabi Syu’aib berjalan di depan lalu ada angin besar di padang pasir yang menerpanya maka mungkin akan tersingkap bajunya. Untuk menghindari itu, Nabi Musa meminta agar kedua puteri Nabi Syu’aib berjalan di belakangnya sambil menunjukkan jalan.
Selain itu kita juga bisa mengambil kriteria kepemimpinan di dalam kisah Nabi Yusuf yang memiliki titik temu dengan kriteria di kisah Nabi Musa.
قَالَ اجْعَلْنِيْ عَلٰى خَزَاۤىِٕنِ الْاَرْضِۚ اِنِّيْ حَفِيْظٌ عَلِيْمٌ
“Berkata Yusuf: ‘Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan’” (Q.S. Yusuf: 55)
Kata hafiizhun juga mengacu kepada al-amiin (integritasnya yang penuh amanah). Sedangkan kata al-‘aliim mengacu kepada kekuatan ilmu atau bathatan fil ‘lmi. Hafizh sebagaimana al-amiin juga bermakna amanah, tidak korup dan tidak akan menggunakan yang bukan haknya. Sedangkan al-amiin menunjukkan bahwa ia mengetahui masalah dengan betul dan profesional.
Bila dirangkum maka dapat kita simpulkan ada beberapa muwashafat atau kriteria ideal yang seharusnya ada dalam sosok pemimpin sebagaimana Thalut, Nabi Musa, dan Nabi Yusuf yakni sebagai berikut: pertama, integritas pribadi. kedua,kekuatan ilmu, dan ketiga, kekuatan fisik sebagaimana diungkapkan d dalam al-Qur’an: ‘basthatan fil ‘ilmi wal jism, qawiyyun amiin dan hafiizhun ‘aliim.