Mengikuti Jejak Muhajirin dan Anshar

Ilustrasi Muhajirin dan Anshar. (f/iqra.id)

Berlindung dari Ghil
Kemudian kita sebagai generasi yang datang setelah generasi Muhajirin dan Anshar juga diajarkan Allah untuk berdoa,

وَلَا تَجْعَلْ فِى قُلُوبِنَا غِلًّۭا لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا۟

“… dan janganlah Engkau tanamkan ghil dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman….”

Doa ini adalah faktor utama agar derajat kita dapat terangkat dan menghubungkan diri kita dengan para Sahabat Nabi ﷺ.

Kita memang datang belakangan setelah mereka, tetapi setidaknya kita berupaya untuk mengikuti sunnah mereka.

Kata kunci doa ini adalah berlindung dari ghil. Ghil bermakna segala sesuatu perasaan yang buruk dan negatif, bisa berbentuk kebencian kepada orang lain, kedengkian, memandang rendah orang lain, berprasangka buruk kepada orang lain.

Kita semuanya berupaya keras untuk membersihkan hati kita. Jika kita memiliki hati yang bersih dari semua ghil, semakin besar kemungkinan bagi kita untuk menghubungkan diri kita dengan generasi Sahabat.

Kita menginginkan hati yang bersih sebagaimana Allah menggambarkan Nabi Ibrahim ʿalaihissalam dalam Al-Qur’ān, “ إِذْ جَآءَ رَبَّهُۥ بِقَلْبٍۢ سَلِيمٍ Ibrahim datang kepada Allah dengan hati suci.” Qalbun salim atau hati yang suci adalah hati yang tidak mengandung perasaan buruk, kebencian, ataupun kedengkian kepada siapapun juga.

Nabi ﷺ mengatakan dalam sebuah hadits populer yang tercatat dalam Kitab Jāmi’ut Tirmiżi dan Musnad Imam Ahmad bin Hanbal.

Ketika itu, ʿAbdullah bin ʿAmr sedang duduk bersama Rasulullah ﷺ dan Sahabat-sahabat lainnya di Masjid Nabawi.

Kemudian seseorang Sahabat yang tidak disebutkan namanya, masuk ke dalam Masjid Nabawi untuk melaksanakan hajatnya, tetapi ia tidak bergabung dengan majelis Rasulullah ﷺ.

Rasulullah ﷺ kemudian mengatakan kepada para Sahabat yang duduk bersamanya bahwa laki-laki yang baru saja masuk itu adalah ahli jannah.
Kejadian ini berlangsung setidaknya tiga kali dalam tiga hari yang berbeda. Sahabat yang sama masuk ke dalam Masjid Nabawi dan Rasulullah ﷺ mengatakan bahwa dia adalah ahli jannah.

Hal ini menimbulkan rasa ingin tahu yang begitu besar dalam hati ʿAbdullah bin ʿAmr.

Mengapa Sahabat tadi sampai disebutkan tiga kali oleh Rasulullah ﷺ sebagai ahli jannah? ʿAbdullah mencari-cari alasan untuk menjadi tamu dan tinggal di rumah Sahabat tersebut selama tiga hari.

ʿAbdullah ingin melihat amalan apa yang dilakukan oleh Sahabat tersebut, apakah dia shalat lebih banyak, apakah dia membaca Al-Qur’ān lebih banyak.
Namun di hari ketiga, ʿAbdullah merasa tidak ada yang istimewa dari amalan Sahabat tersebut dibanding dirinya sendiri. Bahkan dia merasa, amalan dirinya lebih banyak daripada Sahabat tersebut.

ʿAbdullah bin ʿAmr memberanikan diri untuk jujur menanyakan maksudnya kepada Sahabat tersebut. ʿAbdullah bertanya kepada Sahabat tersebut, amalan apa yang kira-kira membuat dirinya disebut sebagai ahli jannah sebanyak tiga kali oleh Nabi ﷺ.

Sahabat tersebut itu juga bingung dan ia mengatakan bahwa dirinya hanya mengamalkan apa yang telah dilihat oleh ʿAbdullah dalam tiga hari tersebut.

Sampai akhirnya dia teringat bahwa setiap sebelum tidur, dia memastikan hatinya bersih dari segala kemarahan, kebencian, dan kedengkian terhadap semua manusia.

ʿAbdullah bin ʿAmr mengambil kesimpulan bahwa itulah yang menjadikan Sahabat itu menjadi ahli jannah.

Laman: 1 2 3 4 5

Tags: , ,